Jumat, 29 November 2013

Makalah Yusuf Qordhawi


BAB I
PENDAHULUAN
Pada wacana pemikiran kaum intelektual muslim Mesir ini, sekitar awal abad ke-14 Hijriyah atau abad ke-19 Masehi, terjadi polemik besar antara kaum pembaharu dan kaum tradisional. Di satu sisi, kaum pembaharu berusaha keras agar dapat menghadapkan dan membawa Islam kepada persoalan-persoalan kontemporer yang tidak pernah muncul pada zaman klasik, sedangkan di sisi lain kaum tradisionalis sama sekali menolak ide pembaharuan tersebut dan mereka menangkapnya dengan penuh kecurigaan bahkan mereka menganggap bahwa ide pembaharuan hanyalah merupakan sebuah ide besar berbau Barat yang akan menghancurkan prinsip-prinsip ajaran Islam, padahal bagi para pembaharu, upaya tajdid ini adalah sebuah keniscayaan (necessity), karena tanpanya, Islam tidak akan dapat menyentuh persoalan-persoalan baru. Akan tetapi, pembaharuan yang dilakukan harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip pokok Islam yang tidak dapat berubah (tsawâbit). Tentu saja arah berlawanan ini menimbulkan polemik besar dan berkepanjangan.
Akan tetapi, akhirnya polemik tersebut mulai menjinak dengan munculnya beberapa pemikir baru Mesir pada awal abad ke-20 yang di antaranya adalah Dr. Yusuf Qardhawi.[1]
Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba menjelaskan tokoh Yusuf Qordhawi dengan metode-metode beliau dalam memahami hadis.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Yūsuf al-Qaradāwī
1. Kelahiran dan Pendidikan Yūsuf al-Qaradāwī
Dalam buku  autobiografinya, Yusuf Qaradhawi memulai menceritakan kelahirannya dengan mengatakan : 
“Kami tidak pernah berkeinginan atau berharap agar dilahirkan dan dibesarkan di sebuah kota besar seperti Kairo, yang merupakan tempat kelahiran Ahmad Amin; di Damaskus yang merupakan tempat kelahiran Ali Thathawi, sehingga kami dapat bercerita panjang mengenai keistimewaan dan keindahan kota kelahiran kami. Kenyataannya, kami dilahirkan dan dibesarkan di sebuah kampung terpencil yang terdapat di pedalaman Mesir dan jauh dari hiruk pikuk kota modern”.
Qaradhawi dilahirkan di sebuah desa di Republik Arab Mesir pada tahun 1926. Dia lahir dalam keadaan yatim. Oleh sebab itulah dia dipelihara oleh pamannya. Pamannya yang mengantarkan Qaradhawi kecil ke surau tempat mengaji. Di tempat itu Qaradhawi terkenal sebagai seorang anak yang sangat cerdas. Dengan kecerdasannya ia mampu menghafal al-Qur'an dan menguasai hukum-hukum tajwidnya dengan sangat baik. Itu terjadi pada saat dia masih berada di bawah umur sepuluh tahun. Orang-orang di desa itu telah menjadikan dia sebagai imam dalam usianya yang relatif muda, khususnya pada saat salat subuh. Sedikit orang yang tidak menangis saat salat di belakang Qaradhawi. Setelah itu dia bergabung dengan sekolah cabang al-Azhar[2].
Ketika berusia lima tahun, Yusuf Qaradawi dididik menghafal al-Qur'an secara intensif oleh pamannya dan pada usia sepuluh tahun ia sudah menghafal seluruh al-Qur'an dengan fasih. Dia menyelesaikan sekolah dasar dan menengahnya selalu menempati ranking pertama. Kecerdasannya telah tampak sejak dia kecil, hingga salah seorang gurunya memberi gelar dengan "allamah" (sebuah gelar yang biasanya diberikan pada seseorang yang memiliki ilmu yang sangat luas). Dia meraih ranking kedua untuk tingkat nasional, Mesir, pada saat kelulusannya di Sekolah Menengah Umum. Padahal saat itu dia pernah dipenjarakan.
Setelah itu beliau masuk Fakultas Ushuludin di Universitas al-Azhar. Dari al-Azhar ini dia lulus sebagai sarjana S1 pada tahun 1952. Beliau meraih ranking pertama dari mahasiswa yang berjumlah seratus delapan puluh. Kemudian ia memperoleh ijazah setingkat S2 dan memperoleh rekomendasi untuk mengajar dari fakultas Bahasa dan Sastra pada tahun 1954. Dia menduduki ranking pertama dari tiga kuliah yang ada di al-Azhar dengan jumlah siswa lima ratus orang. Pada tahun 1958 dia memperoleh ijazah diploma dari Ma'had Dirasat al-Arabiyah al-Aliyah dalam bidang bahasa dan sastra. Sedang di tahun 1960 dia mendapatkan ijazah setingkat Master di jurusan Ilmu-ilmu al-Qur'an dan Sunnah di Fakultas Ushuluddin.
Yūsuf al-Qaradāwī terlambat dalam meraih gelar doktor dari yang diperkirakan semula karena ia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Pada tahun 1961 beliau menuju Qatar, di sana Yūsuf al-Qaradāwī  sempat mendirikan fakultas Syari’ah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama Yūsuf al-Qaradāwī mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi.
Sebab yang lain yaitu pada tahun 1968-1970, Yūsuf al-Qaradāwī ditahan oleh penguasa militer Mesir atas tuduhan mendukung pergerakan Ikhwanul Muslimin. Setelah keluar dari tahanan, beliau hijrah ke Daha, Qatar yang kemudian dijadikan sebagai tempat tinggalnya.
Dalam perjalan hidupnya, Yūsuf al-Qaradāwī pernah mengenyam pendidikan penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, ia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan al-Ikhwan al-Muslimun. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober Yūsuf al- Qaradāwī kembali mendekam di penjara militer selama dua tahun.[3]
Pada tahun 1973 dia berhasil meraih gelar Doktor dengan peringkat  summa cum laude dengan disertasi yang berjudul  Az-Zakat wa Atsaruha fi Hill al-Masyakil al-Ijtimaiyyah (Zakat dan Pengaruhnya dalam Memecahkan Masalah-masalah Sosial Kemasyarakatan).

B.     Karya-karya Yūsuf al-Qaradāwī
            Sebagai seorang ilmuwan dan dai’, al-Qaradhawi juga aktif menulis berbagai artikel keagamaan di berbagai media cetak, melakukan penelitian tentang Islam  di   berbagai dunia Islam  maupun di  luar   dunia   Islam.   Dalam  kapasitasnya sebagai seorang ulama kontemporer, beliau banyak menulis buku dalam berbagai masalah pengetahuan Islam.
M. Hidayat Nur Wahid menyebutkan bahwa karya-karya Yusuf al- Qardhawi mencapai 84 judul, sebagian besar telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, sebagian lagi  bahkan diterbitkan oleh lebih dari satu penerbit dan dicetak   berulang-ulang, seperti karya   monumentalnya,   yaitu   kitab Fiqh   Zakat.[4]
Di bawah ini  akan dikelompokkan  karya-karya Yusuf al-Qardhawi menjadi beberapa bagian menurut bidang yang dikaji, diantaranya adalah sebagai berikut:
Di antara karya-karyanya yang paling populer di kalangan perguruan tinggi dan pesantren ialah[5]:
a.       Al-Halāl wa al- Harām fi al-Islām (tentang masalah yang halal dan haram dalam Islam)
b.      Fiqh az-Zakāh (berbagai masalah zakat dan hukumnya)
c.       Al-Ibadah fi al-Islām (hal ihwal ibadah dalam Islam)
d.      An-Nas wa al-Haqq (tentang manusia dan kebenaran)
e.       Al-Iman wa al-Hayah (mengenai keimanan dan kehidupan)
f.       Al-Hulul al-Mustauradah (paham hulul [Tuhan mengambil tempat pada diri manusia] yang diimpor dari non Islam)
g.      Al-Hill al-Islām (kebebasan Islam)
h.      Syarī’ah al-Islām Sālihha li at-Tatbīq fi Kulli Zamānin wa Makānin (mengenai syari’at islam, elastisitas dan kesesuaian dalam penerapannya pada setiap masa dan tempat)
i.        Al-Ijtihād fi asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah (ijtihad dalam syari’at Islam)
j.        Fiqh as-Siyam (fikih puasa).

C.    Hadis Dalam Pandangan Yusuf Qardhawi
Di antara para pemikir kontemporer, al-Qardhawi memberikan  penjelasan yang luas tentang bagaimana pemikirannya tentang hadis yang dikembangkan menjadi metode sistematis untuk menilai otentisitas hadis. Menurut al-Qardhawi, sunnah nabi mempunyai 3 karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj syumul), seimbang (manhaj mutawazzun), dan memudahkan (manhaj muyassar). Ketiga karakteristik ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh terhadap suatu hadis.
Atas dasar inilah maka al-Qardhawi menetapkan tiga hal juga yang harus dihindari dalam berinteraksi dengan sunnah, yaitu pertama, penyimpangan kaum ekstrim; kedua, manipulasi orang-orang sesat, (intihal al-mubthilin), yaitu pemalsuan terhadap ajaran-ajaran Islam, dengan membuat berbagai macam bid’ah yang jelas bertentangan dengan akidah dan syari’ah; ketiga, penafsiran orang-orang bodoh (ta’wil al-jahilin). Oleh sebab itu, pemahaman yang tepat terhadap sunnah adalah mengambil sikap moderat (wasathiya), yaitu tidak berlebihan atau ekstrim, tidak menjadi kelompok sesat, dan tidak menjadi kelompok yang bodoh.


D.    Metode Pemahaman Hadis Yusuf al-Qardhawi
Untuk merealisasikan metodenya, Yusuf Qardhawi menerapkan prinsip-prinsip dasar yang harus ditempuhnya ketika berinteraksi dengan sunnah[6], yaitu;
1.      Meneliti kesahihan hadis sesuai dengan acuan umum yang ditetapkan oleh pakar hadis yang dapat di percaya, baik sanad maupun matan.
2.      Memahami sunnah sesuai dengan pengetahuan bahasa, konteks, asbab al-wurud teks hadis untuk menentukan makna suatu hadis yang sebenarnya.
3.      Memastikan bahwa sunnah yang dikaji tidak bertentangan dengan nash-nash yang lebih kuat.

Adapun untuk melakukan prinsip-prinsip dasar itu, maka Al-Qardhawi mengemukakan 8 langkah yaitu;
a.       Memahami Hadis Sesuai dengan Petunjuk al-Qur’an.
Menurut Al-Qardhawi, untuk memahami suatu hadis dengan benar harus sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Karena terdapat hubungan yang signifikan antara hadis dengan al-Qur’an. Oleh karena itu tidak mungkin kandungan suatu hadis bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an yang muhkam, yang berisi keterangan-keterangan  yang jelas dan pasti.
Pertentangan tersebut bisa saja terjadi karena hadis tersebut tidak sahih, atau pemahamannya yang kurang tepat, atau yang dianggap bertentangan itu bersifat semu dan bukan hakiki. Dengan demikian, menurut Al-Qardhawi, setiap muslim diharuskan untuk mentawaqqufkan hadis yang terkesan bertentangan dengan ayat-ayat muhkam, selama tidak ada penafsiran (ta’wil) yang dapat diterima.
Dalam hal ini, Al-Qardhawi mengemukakan contoh hadis tentang nisab tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya. Yang dijadikan dasar para ulama fikih untuk membatasi jenis atau macam tanaman tertentu (bukan berbentuk sayuran) yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hadis itu bertentangan dengan al-Qur’an Q.S. Al-An’am (6): 41. Di samping itu, Al-Qardhawi tidak menyetujui pemahaman yang menganggap bahwa tidak diwajibkannya zakat atas sayuran karena cepat rusak sehingga tidak dapat di simpan di bait al-mal terlalu lama
b.      Menghimpun Hadis-Hadis yang Setema.
Menurut Al-Qardhawi, untuk menghindari kesalahan dalam memahami kandungan hadis yang sebenarnya perlu menghadirkan hadis-hadis lain yang setema. Adapun prosedurnya ialah dengan menghimpun hadis sahih yang setema kemudian mengembalikan kandungan hadis yang mutasyabih kepada yang muhkam, mengantarkan yang mutlaq kepada yang muqayyad, yang ‘am ditafsirkan dengan yang khas. Hal ini dikarenakan posisi hadis untuk menafsirkan al-qur’an, dan menjelaskan maknanya, maka sudah pasti bahwa ketentuan-ketentuan tersebut harus berlaku bagi hadis secara keseluruhan.
Dalam hal ini, Al-Qardhawi menguraikan contoh sebuah hadis tentang hukum pertanian. Pertama-tama beliau mengemukakan hadis yang mencela orang yang membawa alat pertanian masuk rumah.
Dari abu ‘Umamah al-Bahili ketika melihat alat untuk membajak, ia berkata; saya mendengar Nabi saw bersabda :
لايدخل هذا بيت قوم إلا أدخله الله الذلّ
(‘Tidak akan masuk (alat) ini ke dalam rumah suatu kaum, kecuali Allah pasti memasukkan kehinaan ke dalamnya)
Setelah itu, ia mengemukakan pula hadis-hadis yang menunjukkan keutamaan bercocok tanam, diantaranya;
ما من مسلم يغرس غرسا او يزرعزرعا فيأكل منه طير او إنسان أو بهيمة إلاّ كان له به صدقة
(Tidak seorang Muslim menanam tanaman, lalu buahnya dimakan burung atau manusia atau binatang, kecuali ia pasti beroleh sedekah.)

c.       Kompromi atau Tarjih terhadap Hadis-Hadis yang Kontradiktif.
Dalam pandangan Al-Qardhawi, pada dasarnya nash-nash syari’at tidak akan saling bertentangan. Pertentangan yang mungkin terjadi adalah bentuk lahiriyahnya bukan dalam kenyataan yang hakiki. Adapun solusi yang ditawarkan Al-Qardhawi adalah, al-jam’u (penggabungan atau pengkompromian). Bagi Al-Qardhawi, hadis yang tampak bertentangan dengan hadis yang lain dapat dilakukan dengan cara mengompromikan hadis tersebut.
Dalam hal ini, Al-Qardhawi memberikan sebuah contoh hadis tentang larangan ziarah kubur bagi perempuan. “Dari abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw melaknat kaum perempuan yang sering menziarahi kuburan.” Hadis ini sahih. Diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Abbas dan Hasan ibn Sabit dengan lafaz “nabi melaknat para perempuan peziarah kuburan”.
Walaupun demikian, ada hadis-hadis lainnya yang isinya berlawanan dengan hadis hadis-hadis di atas. Yakni yang dapat dipahami darinya, bahwa kaum perempuan diizinkan menziarahi kuburan, sama seperti laki-laki. Diantara  riwayatnya adalah   
كنت نهيتكم عن زيارة القبور, فزورها او زوروا القبور فإنها تذكر الموت
(Aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, kini ziarahlah” atau “ziarahilah kuburan-kuburan, sebab itu akan mengingatkan kepada maut).

d.      Memahami Hadis Sesuai dengan Latar Belakang, Situasi dan Kondisi serta Tujuannya.
Menurut Al-Qardhawi, dalam memahami hadis nabi, dapat memperhatikan sebab-sebab atau latar belakang diucapkannya suatu hadis atau terkait dengan suatu illat tertentu  yang dinyatakan dalam hadis, atau dipahami dari kejadian yang menyertainya. Hal demikian mengingat hadis nabi dapat menyelesaikan problem yang bersifat lokal, partikular, dan temporer. Dengan mengetahui hal tersebut seseorang dapat melakukan pemahaman atas apa yang bersifat khusus dan  yang umum, yang sementara dan abadi.  Dengan demikian, menurut Al-Qardhawi, apabila kondisi telah berubah dan tidak ada illat lagi, maka hukum yang berkenaan dengan suatu nas akan gugur dengan sendirinya. Hal itu sesuai dengan kaidah hukum berjalan sesuai dengan illatnya, baik dalam hal ada maupun tidak adanya. Maka yang harus dipegang adalah maksud yang dikandung dan bukan pengertian harfiyahnya.
e.       Membedakan antara Sarana yang Berubah-ubah dan Tujuan yang Tetap.
Menurut Al-Qardhawi, memahami hadis nabi harus memperhatikan makna substansial atau tujuan, sasaran hakekat teks hadis tersebut, sarana yang tampak pada lahirnya hadis dapat berubah-ubah. Untuk itu tidak boleh mencampuradukkan antara tujuan hakiki yang hendak dicapai hadis dengan sarana temporer atau lokal. Dengan demikian, bila suatu hadis menyebutkan sarana tertentu untuk mencapai tujuan, maka sarana tersebut tidak bersifat mengikat, karena sarana tersebut ada kalanya berubah karena adanya perkembangan zaman, adat dan kebiasaan.
f.       Membedakan antara yang Hakekat dan Ungkapan
Teks-teks hadis banyak sekali yang menggunakan majas atau metafora, karena rasulullah adalah orang Arab yang menguasai balaghah. Rasul menggunakan majas untuk mengemukakan maksud beliau dengan cara yang sangat mengesankan. Adapun yang termasuk majas adalah; majas lughawi, aqli, isti’arah. Misalnya hadis tentang sifat-sifat Allah. Hadis semacam ini tidak bisa secara langsung dipahami, tapi harus perhatikan berbagai indikasi yang menyertainya, baik yang bersifat tekstual ataupun kontekstual.

g.      Membedakan antara yang Gaib dan yang Nyata.
Dalam kandungan hadis ada hal-hal yang berkaitan dengan alam gaib, misalnya hadis yang menyebutkan tentnag makhluk-mahluk yang tak dapat dilihat seperti malaikat, jin, syetan, iblis, ‘ars, kursy, qalam dan sebagainya. Terhadap hadis-hadis tentang alam gaib, Al-Qardhawi sesuai dengan Ibnu Taimiyah, yaitu menghindari ta’wil serta mengembalikan itu kepada Allah tanpa memaksakan diri untuk mengetahuinya
h.       Memastikan Makna Kata-kata dalam Hadis
Untuk dapat memahami hadis dengan sebaik-baiknya, menurut Al-Qardhawi penting sekali untuk memastikan makna dan konotasi kata-kata yang digunakan dalam susunan hadis, sebab konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah dalam suatu masyarakat ke masyarakat lainnya.

E.     Pro-Kontra Seputar Pemikiran Qardhawi
Pada konteks inilah kita akan memahami pihak-pihak yang berseberangan dengan Qardhawi. Di antara para ulama yang mengkritik Qardhawi dengan ilmu dan menghargai seluruh usahanya adalah Syaikh Nashiruddin al-Albani (peneliti hadits terbesar abad 20), Syaikh Abdullah bin Beh dan Syaikh Rasyid al-Ghanusi. Untuk mengkritik Qardhawi, Syaikh al-Albani, menulis sebuah buku yang berjudul Ghâyah al-Marâm fî Takhrîj Hadîts al-Halâl wa al-Harâm. Pada buku ini beliau berusaha meneliti (takhrîj) kesahihan hadis-hais yang digunakan Qardhawi dalam bukunya yang berjudul al-Halâl wa al-Harâm fî al-Islâm. Selain itu, menurut Isham Talimah, kelompok yang keras mengkritik pemikiran Qardhawi adalah mereka yang menamakan diri sebagai kaum Salafî. Ia telah menemukan ada oknum mereka yang menulis sebuah buku yang berjudul al-Qardhâwi fî al-Mîzân. Buku ini beredar luas di Sudi Arabia. Isham Talimah mengatakan, bahwa ia pernah bertanya mengenai persoalan ini kepada salah seorang pejabat Konsul Saudi Arabia di Qathar. Ternyata ia menjawab bahwa buku tersebut ditulis oleh seseorang yang tidak dikenal, karena ulama-ulama Saudi sangat respek terhadap pemikiran Qardhawi. Buku ini telah dijawab dengan ilmiah dan penuh tangung jawab oleh salah seorang mantan hakim Syari’ah Qathar, Syaikh Walid Hadi.[7]
Salah seorang yang menuduhnya menyimpang adalah Abu Afifah. Dalam sebuah artikelnya; ''Siapakah Yusuf Al-Qardhawi, Abu Afifah menyebutkan Qardhawi sebagai seorang ahlul bid'ah. ''Sesungguhnya bencana yang tengah menimpa umat dewasa ini adalah menjamurnya kelompok-kelompok orang yang berani memanipulasi (memalsukan) "selendang ilmu" dengan mengubah bentuk syari'at Islam dengan istilah "tajdidi" (pembaharuan) , mempermudah sarana-sarana
kerusakan dengan istilah "fiqih taysiir" (fiqih penyederahanaan masalah),
membuka pintu-pintu kehinaan dengan kedok "ijtihad" (upaya keras untuk
mengambil konklusi hukum Islam), melecehkan sederet sunnah-sunnah Nabi
dengan kedok "fiqih awlawiyyat" (fiqih prioritas), dan berloyalitas
(menjalin hubungan setia) dengan orang-orang kafir dengan alasan
"memperindah corak (penampilan) Islam".
Selain Abu Afifah, masih banyak tokoh lain yang meminta agar umat Islam
berhati-hati terhadap setiap gagasan Qardhawi. Diantaranya Syeikh Shalih Alu
Fauzan, yang mengkritik kitab yang ditulis Qardhawi (Al-I'laam binaqdi
Al-Kitab Al-Halal wa Al-Haram (Kritik terhadap kitab Halal dan Haram karya
Yusuf Qardhawi) dan Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy pengarang kitab Ar-Raddu 'Ala Al-Qardhawi, serta Sulaiman bin Shalih Al-Khurasyi.[8]











BAB III
PENUTUP
Simpulan
            Dalam memahami hadis Yusuf al-Qardhawi, menggunakan beberapa metode diantaranya yaitu :
-          Memahami Hadis Sesuai dengan Petunjuk al-Qur’an.
-          Menghimpun Hadis-Hadis yang Setema.
-          Kompromi atau Tarjih terhadap Hadis-Hadis yang Kontradiktif.
-          Memahami Hadis Sesuai dengan Latar Belakang, Situasi dan Kondisi serta Tujuannya.
-          Membedakan antara Sarana yang Berubah-ubah dan Tujuan yang Tetap.
-          Membedakan antara yang Hakekat dan Ungkapan
-          Membedakan antara yang Gaib dan yang Nyata.
-          Memastikan Makna Kata-kata dalam Hadis













DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, Siti, 2009, dalam skripsinya “Metode Pemahaman Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan Asbabul Wurud” (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dan M. Syuhudi Ismail) Jurusan Tafsir Dan Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Mashudi, 2010,dalam skiripsinya “Analisis Pendapat Yusuf Qaradawi Tentang Menyerahkan Zakat Kepada Penguasa Yang Zalim Dalam Kitab Fiqhuz Zakat” Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang , hal 37.
hamdanhusein.files.wordpress.co/, Diakses tanggal 30/10/13 Pukul 10.45 WIB



[2] Mashudi, 2010,dalam skiripsinya “Analisis Pendapat Yusuf Qaradawi Tentang Menyerahkan Zakat Kepada Penguasa Yang Zalim Dalam Kitab Fiqhuz Zakat” Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang , hal 37.
[4] Siti Fatimah, 2009, dalam skripsinya “Metode Pemahaman Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan Asbabul Wurud” (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dan M. Syuhudi Ismail) Jurusan Tafsir Dan Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta
[5]Ibid hal. 3
[6] hamdanhusein.files.wordpress.co/, Diakses tanggal 30/10/13 Pukul 10.45 WIB
[7] Ibid hal 1.

3 komentar:

  1. Casinos in Malaysia - Lucky Club Live
    Lucky Club Casino. A well-known and well-known venue in luckyclub the entertainment industry, this one is a venue located in the heart of Jalan and provides

    BalasHapus
  2. Golden Nugget Hotel & Casino - Mapyro
    Welcome to Golden Nugget Hotel 포항 출장샵 & Casino. 수원 출장샵 This 5-star 계룡 출장마사지 Las 출장마사지 Vegas Strip resort offers a full-service spa, 경산 출장마사지 a casino, and a spa centre.

    BalasHapus